Indonesia bisa menurunkan emisi karbondioksida (CO2) jika gerakan hemat energi terus digalakkan. Jika penggunaan energi masih terjadi seperti saat ini dengan praktik business as usual, maka diperkirakan tahun 2028 Indonesia murni menjadi negara pengimpor energi.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan Aziz Iskandar mengatakan terkait masalah efisiensi energi sudah banyak diketahui namun dirasakan pemanfaatan energi masih boros.
Jika dilihat berdasarkan nilai intensitas energi, di Indonesia untuk menghasilkan US$ 1 juta produk domestik bruto (GDP) membutuhkan 402 ton oil equivalent (TOE) atau setara ton minyak. Jumlah ini lebih besar dibanding Jepang yang hanya 69 ton oil, Jerman 126 dan Amerika Serikat 139 ton oil.
"Pengurangan penggunaan energi bisa dilakukan tanpa mengurangi aktivitas sehari-hari, justru harus tetap meningkatkan produktivitas," katanya di sela Managing Energy for Better Future yang diadakan Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) BPPT di Jakarta.
Pengurangan emisi lewat pengurangan atau efisiensi energi ini membutuhkan terbangunnya paradigma teknologi efisiensi dan teknologi baru.
Selama ini BPPT telah banyak penelitian, perekayasaan, pengembangan dan penerapan teknologi di sektor ketahanan energi nasional, seperti pengembangan teknologi pembangkit listrik tenaga panas bumi skala kecil, gastifikasi batubara dan biomassa, biofuel dan pembangkit listrik tenaga surya.
Selain itu BPPT juga terlibat dalam studi potensi kawasan hemat energi dan sekaligus memberikan rekomendasi kawasan kota hemat energi. Terkait hal itu BPPT sedang merencanakan agar suatu kawasan properti yang baru dibangun mampu merencanakan penggunaan energi.
"Penghematan energi bisa dilakukan seperti menggunakan lampu LED untuk penerangan, menyalakan air conditioner (AC) di 24-25 derajat Celsius, penggunaan gas dan elpiji untuk transportasi lokal," ucap Marzan.
Di gedung BPPT pun lanjut Marzan terdapat satu ruangan yang mempraktikkan gerakan hemat energi. Penyinaran ruangan menggunakan lampu hemat energi, pengesetan AC 25 derajat Celsius dan menyalakan komputer jika ingin digunakan.
Kepala B2TE BPPT Soni S Wirawan menjelaskan BPPT pun melakukan kajian peralatan hemat energi dan dalam rangka mendukung program pemerintah mengenai pemberian label tingkat hemat energi pada lampu swab last atau lampu hemat energi.
Lampu swab last tergolong hemat energi karena 5 watt lampu swab last setara dengan 18 watt lampu pijar. "Kalau di seluruh Indonesia menggunakan lampu hemat energi, berarti terjadi penghematan Rp 700 miliar per tahun," ucap Soni.
©[FHI/SP]
0 komentar:
Posting Komentar